cari ajah disini

Kamis, 07 April 2011

DAMPAK KENAIKAN HARGA

* PRODUSEN

Produsen adalah pihak yang melakukan kegiatan produksi atau pihak pihak penghasil komoditas ekonomi. Produsen sebagai pihak yang melakukan kegiatan produksi maksudnya adalah produsen biasanya sekumpulan pihak yang saling bekerja sama untuk menciptakan suatu bahan mentah ataupun bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi/dapat menghasilkan keuntungan bagi pihak tersebut,misalnya pengrajin rotan,atau produsen baju, dll.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi)
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Produsen merupakan salah satu pihak yang mendapat kesulitan atau kerugian jika terjadi kenaikan harga. Bagi perusahaan atau pabrik pengolah bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang bernilai ekonomi, maka masalah kenaikan harga berhubungan dengan bahan baku. Seperti yang kita tahu bahwa bahan baku adalah hal terpenting dalam proses produksi , tanpa bahan baku maka tak ada yang dapat diolah ataupun diproduksi. Mahalnya bahan baku membuat produsen harus berfikit ulang tentang biaya produksi dan laba yang akan didapatkan. Semakin tinggi harga bahan baku makan semakin melunjak pula biaya produksi.
Masalah tersulit justru dialami para produsen penghasil komoditas ekonomi langsung, seperti produsen cabai. Belakangan harga cabai yang tinggi menjadi buah bibir dikalangan masyarakat yang merupakan konsumen utama. Produsen tidak mungkin memperkecil ukuran cabai ataupun menghasilkan cabai kualitas kedua, karena yang dihadapkan pada mereka sering kali bukan hanya menganai bahan baku pendukung produksi seperti pupuk dll, tapi juga berhadapan langsung dengan cuaca buruk.

* KONSUMEN


Konsumen adalah mereka yang memilki pendapatan (uang) dan menjadi pembeli barang dan jasa di pasar. Sedangkan perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, menimbang , mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka dikenal dengan perilaku konsumen.

Indonesia termasuk Negara yang para rakyat yang notabene adalah konsumen utama adalah orang-orang yang sangat kritis akan harga barang konsumsi,teruatama barang kebutuhan pokok, hal ini dapat tercermin dari banyaknya demo-demo yang tercetus jika ada rencana pemerintah untuk menaikkan harga. Ada kalanya hal tersebut dapat dimaklumi, mengingat kondisi rakyat Indonesia diamna masih banyak meayrakan ekonomi menengah kebawah.

Adanya kenaikan harga terkadang memaksa konsumen tingkat menengah kebawah lebih memilih mengkonsumsi barang dengan harga rendah sekalipun barang konsumsi tersebut ‘kualitas dua’ , tak sedikit pula yang terpancing oleh akal bulus produsen yang memproduksi barang serupa dengan elemen yang lain,hanya terlihat sama diluar saja yang bisa disebut ‘barang bajakan’. Barang imitasi atau barang bajakan diketahui lebih laku dibandingkan barang asli. Dapar diambil contoh sepatu merek ‘adidas’ ,banyak sekali konsumen tergiur untuk membeli sepatu adidas imitasi dengan harga jauh lebih rendah dari sepatu adidas asli asalkan ada cap atau merek tertera disana sebagai nilai lebih baginya saat menggunakan sepatu tersebut,toh terkadang barang imitasi sulit untuk dibedakan dengan yang asli.

Kebiasaan konsumen membeli barang imitasi mungkin belum akan terasa dampaknya secara langsung jika masih diaplikasikan kepada barang-barang yang bisa dibilang ‘barang pakai’ atau pelangkap atau aksesories, seperti sepatu,pakaian dan sejenisnya. Namun masalah ini menjadi besar ketika konsumsi tersebut mulai merambah pangan. Tak bisa dipungkiri lakunya barang tiruan menggugah para produsen untuk menekan harga produksi dengan membuat barang tiruan, gilanya yang ditirukan adalah barang yang dikonsumsi langsung oleh manusia seperti makanan.

Jika benar-benar sudah tidak mampu membeli barang karena kenaikan harga,jalan terakhir yang bisa ditempuh adalah mengonsumsi apapun yang dapat dikonsumsi, di desa-desa dan perkampungan banyak keluarga yang mengonsumsi nasi aking atau bisa disebut nasi basi, nasi ini hanya dikeringakan lalu dimasak kembali, nasi seperti ini jelas tidak baik utuk gizi si konsumen tersebut,namun apa daya ketika ia tidak mampu membeli beras.

Ini yang menjadi pertimbangan bagi pemerintah sebelum menaikkan harga barang terutama harga bahan pokok.

* PEMERINTAH


Pemerintah mengakui bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan beberapa jenis bahan baku menimbulkan dampak negatif terhadap sektor industri. Namun dampak dimaksud sangat bervariasi tergantung pada kepekaan jenis industri terhadap pengaruh kenaikan BBM serta bahan baku.
Menurut pemerintah, fenomena deindustrialisasi tidak dapat sekedar diukur dari tutupnya beberapa pabrik/industri atau dilihat dari penurunan secara temporer pertumbuhan industri.
"Pergeseran struktur industri adalah hal yang lazim dalam perkembangan sektor industri menuju tahap kedewasaan pada setiap negara," katanya.
Ketika Negara ini mengalami kenaikan harga. entah itu minyak, BBM, beras dan yang lainnya, maka pemerintahpun berupaya menekan kemungkinan terjadinya pembengkakan defisit APBN 2011 akibat gejolak harga minyak mentah dunia, pembatasan pemakaian.
Pemerintah mewaspadai dampak peningkatan harga pangan terhadap laju inflasi dan tingkat kemiskinan di Tanah Air yang berpotensi meningkat dari 13,3 persen pada 2010 menjadi maksimal 14,5 persen pada 2011.

Masyarakat miskin sangat terpengaruh oleh kenaikan harga bahan pangan karena 2/3 dari konsumsi mereka adalah pada konsumsi pangan, sementara golongan lain lebih terpengaruh pada keniakan bahan bakar minyak (BBM), ujar pemerintah dalam naskah ‘Bahan Retreat Pangan 7 Januari 2011′ di Kantor Kementrian Pertanian Jakarta, Jumat (7/1).
Skenario pertama, dengan kenaikan harga beras sekitar 21,3 persen ditambah dengan kenaikan harga cabai 171 persen, maka kemiskinan angka berada di kisaran 14,5 persen. Skenario kedua, kenaikan harga beras 14,3 persen ditambah dengan kenaikan harga cabai 3 persen, maka kemiskinan akan berada di level 14 persen.

Skenario ketiga, kenaikan harga beras sebesar 21,3 persen ditambah dengan kenaikan harga cabai 3 persen, maka tingkat kemiskinan bergerak menjadi 14,2 persen.

Berikutnya, skenario keempat, kenaikan harga beras 14,3 persen ditambah kenaikan harga cabai 171 persen, maka kemiskinan menjadi 14,3 persen.

Skenario kelima, kenaikan harga beras sebesar 13,1 persen ditambah kenaikan harga cabai 37 persen, maka berimplikasi mendongkrak kemiskinan ke level 14 persen.

Terakhir, skenario keenam, dengan kenaikan harga beras 7,1 persen dan kenaikan harga cabai 37 persen, maka kemiskinan naik tipis menjadi 13,8 persen.
"Langkah-langkah yang sedang dan akan dilaksanakan oleh berbagai departemen diharapkan akan mampu menghindarkan terjadinya proses deindustrialisasi yang terjadi pada beberapa cabang industri,"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar